Bismillah,
Pagi ini saya memulai hari dengan meditasi. Tumben, kali ini sampai lebih dari 30 menit. Biasanya 15 menit saja saya sudah tersadar harus bangkit dan mengerjakan hal yang lain. Tapi, pagi ini, setelah semalam saya tidak bisa tidur sampai jam 2 pagi. Ketika bangun tidur, saya langsung pergi ke teras kemudian memindahkan beberapa tanaman yang ada di kursi lalu duduk di antara tanaman. Matahari belum terlalu muncul, namun suara burung sudah saling bersautan. Kebetulan memang di teras saya ada beberapa burung peliharaan Bapak yang sudah bersautan dari waktu shubuh. Jam saat itu masih menunjukkan pukul 06.05 pagi.
Saya duduk di kursi, bersadar pada pegangan kursi, memakai headset ke telinga, dan mencoba memejamkan mata untuk memulai meditasi. Sengaja hanya satu headset saja yang saya pasang, supaya saya masih dapat mendengar kicauan burung.
Kemudian, mulai menarik napas.
Sesaat pikiran saya masih sangat ramai dengan suara-suara yang sama seperti tadi malam. Saya mencoba menangkap satu suara yang cukup kencang berputar di pikiran saya. Mungkin saat itu saya tidak sadar kalau kening saya sedang berkerut karena mencoba mengejar dan menangkap satu suara yang berputar dalam pikiran saya saat meditasi pagi ini.
Dapat!
Sambil menarik napas kembali, saya terhenti pada satu suara itu. Saya mengenalnya. Suara itu masih suara yang sama yang tinggal lebih dari 16 tahun terakhir ini. Tarikan napas saya tiba-tiba menjadi tidak teratur. Pendek dan terseok. Tangan saya menggenggam pegangan kursi, raga ini sepertinya ingin melawan suara itu, ingin bicara dan memintanya untuk berhenti, tapi hati ini rasa masih melawan membuat suara itu makin bergerak bebas di pikiran saya.
Berhenti!
Saya mencoba mengatur napas saya, untuk kembali kepada kondisi sadar bernapas. Saya bicara dengan suara itu. Saya tidak akan melawannya lagi, tidak juga menolaknya, tidak juga mengabaikannya. Suara itu akan tetap ada,
Napas saya kembali tidak beraturan, sesekali terseok. Masih ada yang melawan dalam diri saya. Teringat akan hal-hal yang sudah terlewati. Kembali ke masa lalu.
Saya mencoba menarik napas lagi walau masih terseok. Air mata saya menetes.
Saya tersadar. Saya tidak ingin melawan. Saya juga tidak bisa menolaknya. Saya tidak bisa mengabaikannya. Saya sadar, semua ini harus di terima.
Kembali menarik napas. Masih terseok.
Suara itu mulai saya lepas seiring saya melepaskan napas, kembali sadar.
Sadar, masih mendengar suara itu
Sadar, dia akan selalu ada, jika saya mengizinkannya.
Sadar, bahwa semua yang sudah terjadi, ya sudah.
Sadar, di sini kini tempat saya.
Sadar, semua sudah baik adanya.
Dan Sadar, bahwa ini Qadarullah Wa Ma Sya’a Fa’al, Allah sudah mentakdirkan dan apa yang Dia kehendaki Dia lakukan.